Sutejo, Tokoh Pegiat Literasi Nasional dari Ponorogo |
MENJELANG Pemilihan Umum (Pemilu), suhu perpolitikan di negeri ini pun kian panas. Segala cara ditempuh untuk memenangkan perebutan “kursi kekuasaan”, kawan jadi lawan ataupun sebaliknya adalah sudah hal biasa. Mantan Wapres Jusuf Kalla dalam pemberitaan JawaPos.com di September 2023 mengatakan “Pilpres 2024 Paling Rumit, Ada Fenomena Politik Penjara”. Meguatkan Pak JK, Sutejo, Tokoh Literasi Nasional asal Ponorogo pun menguatkan pentingnya politik yang beradab seperti yang disampaikan Pak Jusuf Kalla. Berikut wawancaranya dengan Media Seputar Ponorogo.
Pak bagaimana berliterasi politik itu?
Konsep dasar literasi itu sederhana. Literasi itu pemahaman,
pemaknaan, penyadaran dan pesintesaan. Jika digandengkan dengan diksi politik,
maka harus paham perangai politik itu bagaimana? Kemudian makna di balik
politik itu apa dan bagaimana. Demikian juga kita harus punya kesadaran kalau perangai
politik itu seperti itu, maka harus mampu bersikap arif dan bijaksana.
Jangan sampai tanpa literasi politik, kita menjadi fanatisme
buta, justru tidak terdidik secara demokratis, membabi buta membela salah satu
pasangan misalnya, atau fanatik pada salah satu partai, jelas itu tidak
mendidik secara konsep literasi.
Konsep dasar politik?
Konsep dasar politik itu kan cara, kalau ngomong politik -maaf,
politik itu punya kecenderungan perangainya jahat-. Lord Acton sampai bilang
politik itu alat kekuasaan. Ia juga bilang kecenderungan kekuasaan itu korup. Dalam
konteks seperti ini pertanyaannya “adakah partai politik yang tidak korup?”. Maaf,
kalo ada yang sampai hari ini tidak tertangkap korup, itu mungkin nasib atau
takdir. He he he...
Tolong yang perlu dipahami dalam politik itu kan perangainya,
wajahnya dan cara pergerakannya itu sangat riskan karena ideologinya adalah
kepentingan dan gerombolan. Dalam konteks seperti itu yang berbeda musuh, dan
di dalam politik itu konsepnya hanya satu menang dan kalah.
Jadi, ini berbenturan dengan konsep demokrasi ya?
Iya, padahal konsep demokrasi itu kan penyadaran akan hak
dan kewajiban. Artinya, hak-hak politik kita itu apa? Hak politik kita seperti
hak memiliki suara, hak untuk memilih siapa wakil dan presiden kita. Tapi prakteknya
dalam politik dimainkan dalam tanda kutip. Karena dalam era teknologi kita
tidak, dan kalo kita belajar dari pemilu sebelumnya tahun 2019,
indikasi-indikasi tidak baik itu bisa diduga dan terjadi.
Kata kunci politik beradab?
Kalo itu manusianya literat, karena politik beradab itu didasari
oleh kesadaran diri, pemahaman diri, dan kemampuan untuk mensintesakan diri
ketika melihat fenomena carut marut seperti ini. Mohon maaf di tahun 1997, saya
sudah pernah menulis politik dagang sapi dan belah bambu. Politik dagang sapi
itu ya politik berapa harga kamu beli, kalo politik belah bambu itu yang satu
diangkat yang lain diinjak.
Sejak era reformasi, politik itu bergerak dan berubah wajahmenjadi
politik kapitalisasi, artinya yang memiliki kapital yang akan menang.Dalam
politik kapitalisasi itu yang bicara adalah hukum dagang ekonomi, karena
sebagian beaar masyarakat kita belum terdidik, belum literat.Dan tolong perlu
dipahami, menurut saya itu demokrasi kita itu adalah demokrasi gerombolan.
Literasi politik yang beradab itu dimulai dari mana dan oleh
siapa Pak?
Pemimpin kita harus menghalalkan politik masuk sekolah dan
kampus. Jangan sampai sekolah dan kampus itu malah menjadi sumber perbedaan
yang berkonfrontasi (berhadapan secara frontal). Lha ini mengingatkan pada
politik era tahun 1974, peristiwa-peristiwa besar seperti Malariterulang
kembali, tanpa literasi politik yang kuat.
Pesan Pak Tejo?
Ya yang jelas jangan mudah percaya politik, he he he...
bukannya apatis ya, soal kita ditipu orang, wong orang bukan politik saja
pintar ngapusi, apalagi dalam
politik. Ngapusi dalam konteks politik ini artinya bukan ngapusi, bisa saja itu
berdalih bagian dari strategi. Misalnya, kasus kelompok merah yang terbelah,
kekuatan pak lurah dan ibu, itu sesungguhnya adalah potret bagaimana demokrasi
yang berpatron pada historis tidak terdewasakan secara bersama-sama.
Sehingga ketika demokrasi itu mengarah pada komunalisasi,
maka bisa mengubah karakter seseorang. Misalnya pasangan tertentu dengan
pasangan yang muda, analoginya simpel
untuk memilih generasi Z. Tapi saya tidak tahu apakah masyarakat kita punya
kecerdasan atau kesadaran, bahwa ada cara-cara yang kurang baik? Itu bagian
dari proses literasi politik.
Dan kalau kemudian itu tidak disadari, artinya ada hal-hal
lain yang misalnya: apa dan mengapa kok bisa jadi seperti ini? mengapa juga
alat-alat kenegaraan dipakai bagian bermain politik? Tentu bagi saya hal-hal
ini adalah suatu kemunduran.
Pesan saya adalah silahkan berpolitik, tapi dengan cara-cara yang beradab. Mirip Pak SBY-lah, saya tidak tahu Pak SBY berlaku seperti itu, sebagian orang mengatakan “politik kok baper”. Bagi saya apapun kehidupan itu butuh baper. Karena kendali emosi itu adalah perasaan.
Reporter: Sugeng Prasetyo
Post A Comment:
0 comments: