AYUB: JANGAN ADA CALON TUNGGAL!
Ayub Dwi Anggoro, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Ponorogo |
PONOROGO - Pesta demokrasi atau Pemilu 2024 tak lama lagi
akan dihelat dan menjadi ajang seru perebutan kursi kekuasaan baik di akar
rumput sampaielit. Pemilu di tahun 2024 nanti, tepatnya tanggal 14 Februari akan
memilih 5 kartu suara, yaitu: presiden dan wakil presiden, DPD, DPR-RI, DPRD,
DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten.Sedangkan pemilihan kepala daerah, baik itu
bupati/wali kota atau gubernur akan digelar pada bulan November 2024.
Dinamika politik sangat cepat perubahannya, pagi kedelai
sore sudah jadi tempe adalah hal biasa. Demikian terucap dari Ayub Dwi Anggoro,
Akademisi dan Pemerhati Politik dari Universitas Muhammadiyah Ponorogo kepada
wartawan.
Selanjutnya Ayub menyampaikan, bicara eskalasi politik di
Ponorogo tidak bisa terpisahkan dari eskalasi politik yang terjadi di nasional.
Hari ini walaupun kita lihat incumbent yang berkuasa (PDI-P) dengan koalisinya,
namun jika nanti muncul calon-calon lainnya itu masih sangat terbuka.
“Tentu proses pilpres nanti juga akan mempengaruhi yang ada
di daerah. Karena suara di daerah itu juga akan menentukan proses-proses di
nasional.Maka, imbas koalisidari capres dan cawapres yang saat ini terbentuk 3 calon,
tentu nanti berimbas juga didaerah, baik di pemilihan bupati atau pemilihan
gubernur.” Kata Ayub.
Hasil koalisi nasional pengusung capres dan cawapres terbentuk
3 paslon, yaitu: Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Prabowo Subianto-Gibran Rakaning
Raka, Anis Baswedan-Muhaimin.Ganjar-Mahfud diusung oleh koalisi PDI-P, PPP,
Perindo, dan Hanura. Prabowo-Gibran dibentuk dari koalisi Partai Gerindra, Partai
Golkar, PAN, Partai Demokrat, PSI. Sedangkan paslon Anis-Cak Imin didukung
partai koalisi NasDem, PKB, PKS.
“Lha nanti kalo terjadi komunikasi politik yang efektif,
maka kemungkinan-kemungkinan untuk mengusung pasangan baru di pilkada itu pasti
ada. Dinamika itu nanti bisa kita lihat. Tinggal bagaimana konsolidasi daerah
dan pusat. Bisa-bisa nanti, juga muncul 3 paslon seperti di pilpres.” Ujar
Ayub.
Sehingga lanjutnya, dinamika politik berjalan ideal, tidak
muncul calon tunggal dalam pesta demokrasi. Dibutuhkan peran keterlibatan
masyarakat untuk mendorong tokoh-tokoh di Ponorogo ikut berkompetisi untuk
pembangunan di Ponorogo.
“Jadi jangan sampai ada calon tunggal, ini kan bahaya. Demokrasi
harus tetap berjalan, karena calon tunggal itu rakyat tidak punya alternatif
pilihan dan juga tidak ada koreksi untuk incumbent faktor apa saja yang harus
dibenahi dan dimajukan lagi. Semakin banyak alteratif pilihan semakin baik,
sehingga pesta demokrasi itu terasa.” Harap Ayub.
Tapi yang perlu dicatat dalam setiap Pemilu, menurut Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Ponorogo ini,
bahwa incumbent tentu lebih diuntungkan, karena sudah memiliki trackrecord dan
bukti yang jelas. Tentu keuntungannya bisa menambah kursi di DPRD, tapi juga
akan terpengaruhi dengan eskalasi politik nasional, karena politik nasional
begitu masif dalam pemberitaan, dan itu sangat mempengaruhi obyektifitas publik
ketika mengkonsumsi dinamika yang terjadi di nasional tentang partai politik
yang hari ini berkompetisi. Tapi juga tidak menutup peluang bagi calon-calon
baru mengisi ruang-ruang yang masih kosong.
Di Ponorogo saat ini, bicara pertarungan pilkada (pemilihan
bupati dan wakil bupati) masih adem ayem. Itu juga dipertanyakan Ayub, mengapa?
Hingga saat di Ponorogo belum ada yang mendeklarasikan secara resmi untuk
menantang incumbent, walaupun kita tidak tahu apakah incumbent maju atau tidak.
Tapi belum ada yang muncul secara signifikan. Sedangkan untuk mengenal
identitas itu dibutuhkan masa kampanye yang agak panjang. Lha ini juga problem
ketika tidak segera ada calon yang mendeklarasikan.
“Apalagi untuk menggasak pemilih pemula (milenieal) itu kan
butuh waktu juga, tidak instan. Maka harapannya di awal tahun itu adalah hal
paling terlambat para calon yang berkompetisi untuk segera mendeklarasikan diri
supaya publik mengetahui, menilai dan memahami siapa kandidat yang akan
berkontribusi. Karena pemilih milenial atau Gen-Z saat ini adalah pemilih yang diperebutkan dan
signifikan. Jadi pola-pola kampanye lama sudah harus mulai diganti oleh para
kandidat yang berkompetisi.” Imbuhnya.
Terakhir Ayub juga meminta, bahwa nanti demokrasi yang berjalan harus mengedepankan pembangunan berkelanjutan. Jadi siapapun yang terpilih harus terus melanjutkan proses pembangunan yang terjadi.
Reporter: Sugeng Prasetyo
Post A Comment:
0 comments: