Atas Minimnya Pendapatan Parkir Musim Lebaran di Aloon-Aloon
Rapat Dinas Perhubungan dengan jukir insidentil pasar malam Aloon- Aloon beberapa waktu lalu |
PONOROGO – Para juru parkir tepi jalan umum yang tergabung
dalam Paguyuban Jukir “Citrem Waluku” merasa tidak habis pikir dengan Pemerintah
Daerah Ponorogo, yaitu perihal kebijakan E-Parkir.
Bagaimana tidak? Jukir menilai, bahwa kebijakan E-parkir
sepihak dan terkesan dipaksakan, tanpa melihat persoalan secara utuh. Pengurus
jukir yang enggan disebutkan namanya pada wartawan menilai, kita dijadikan
kambing hitam semenjak berita viral tentang pendapatan parkir di Aloon-Aloon Ponorogo
yang sedikit, dan diduga bocor dan ada oknum preman penyebabnya.
“Paguyupan menyayangkan sikap pemerintah daerah yang akan
menerapkan E-Parkir gara-gara di Aloon-Aloon pendapatannya bocor, ada oknum
premannya. Ini kan tidak nyambung. Kami bilang seperti itu beralasan. Ketika
berita itu viral, Paguyupan Jukir memanggil anggota parkir yang menjadi korlap
paguyupan di area Aloon Alon Ponorogo,” ujarnya.
Jelasnya meneruskan, dari situ paguyupan mendapatkan
informasi beserta data dan dokumentasi. Sebelum keramaian lebaran di Aloon-Aloon
dimulai, para petugas parkir di area Aloon-Aloon berjumlah kurang lebih 25
titik dikumpulkan di Dinas Perhubungan, mereka-mereka petugas parkir insidentil
binaan Dinas Perhubungan. Disitu pula pembagian tempat jelas beserta teken
kontraknya.
Imbuhnya, Dinas pun mendatangkan petugas lalin beserta
petugas intel dari Pollres Ponorogo untuk pembinaan. Tentunya dari lalin
mengharapkan kelancaran lalu lintasnya. Dari intel memperhatikan segi
keamanannya. Dari situ amatlah jelas sekali to.
“Titik parkir binaan perhubungan sangat jelas dan transparan
dari segi perekrutan beserta penempatannya,” ucapnya.
Jukir bernama Jiono yang menjadi korlap di Aloon Aloon juga
mengatakan, tarjet sudah ditentukan oleh dinas tidak bisa ditawar. “Jadi kalau
ada istilah bocor kan lucu sekali. Apalagi ada preman. Preman nya sebelah mana
jika semua terang benderang,” katanya.
Titik parkir di Aloon-Aloon Ponorogo saat ada pasar malam lebaran kemarin |
Sementara itu, Agung Soekarno, selaku Ketua Korlap Jukir
Citrem Waluku ikut berkomentar di hadapan wartawan. Jelasnya, di Aloon Aloon
itu banyak titik parkir yang bukan dikelola perhubungan saja. Karena parkir itu
ada tiga jenis: (1). parkir tepi jalan umum, (2). parkir insidentil, (3). pajak
parkir.
Pintu masuk restibusi parkir, lanjut Agung dikelola oleh OPD
(organisasi perangkat daerah) Yaitu pengelolaan parkir berdasarkan tempat. Di
tepi jalan umum baik insidentil maupun reguler, itu ranahnya Dishub. Namun
dengan tarjet sendiri-sendiri. Dalam arti insidentil ada tarjet sendiri, sedangkan
reguler yang jadi induk perpakiran juga punya tarjet sendiri.
“Sedang yang di pasar tradisional pengelolanya Disperdagum. Untuk
di area wisata seperti Telaga Ngebel pengelolanya Dinas Pariwisata. Taman Wengker
dan Klono Sewandono dibawah kendali Dinas Lingkungan Hidup. Di lingkungan
kompleks sekretariat daerah (setda) ditangani Bagian Umum, informasi ini saya
kutip dari pemberitaan Radar Ponorogo Jumat 12 Mei 2023.” Ungkap Agung.
“Maka jelaslah sudah kalo parkir itu tidak ditangani satu
instansi. Kembali ke parkir Aloon Aloon Ponorogo. Parkiran Aloon Aloon
membludak itu sudah tradisi tahun ke tahun sejak saya kecil” kenang Agung.
“Karena parkir yang membludak itu sudah berkah tahunan bagi
petugas parkir maupun warga seputaran Aloon-Aloon Ponorogo. Terus pendapatan
sedikit, dikatakan bocor, ada oknum preman itu mau ditujukan ke siapa?”, tanya
Agung.
Urai Agung lebih dalam lagi, jika perpakiran Aloon Aloon itu
beraneka ragam pengelola. Dari dishub yang menaungi kami, ada pula di halaman
kantor pemerintahan, di ruko pengusaha, halaman warga, dan gang-gang milik
warga. Terus kok ada istilah preman, padahal arti preman itu, seorang atau
kelompok yang kerjanya memeras/memalak.
“Padahal parkir yang dikelola siapapun di sekitar Aloon-Aloon
semua menjual pelayanan jasa perparkiran dari segi ketertiban dan keamanan.
Terus premannya di mana,” tanya Agung kembali heran.
Lanjut jukir yang bertugas di depan Apotek Asia ini. Di
parkir reguler aja, ada istilah koordinator, petugas parkir penanggung jawap
tarjet dengan ikatan kerja SPK (surat perjanjian kontrak). Sedangkan anggota
pengganti (pembantu) juga mendapatkan surat SPT (surat perintah tugas).
“Dari sini kan amat jelas sekali semua legal, seandainya
anggota membantu setoran kepada koordinator apakah ini bentuk preman jika hal
ini merupakan rantai makanan pekerjaan. Apakah jika nanti dikelola pihak ketiga
yang secara sah memborong PAD parkir. Apa dia tidak mencari untung dan jukir
setor ke swasta itu pun kan juga rantai makanan pekerjaan. Jadi preman itu yang
mana, jika semua legal dan sah,” cetusnya.
Dia pun meminta, janganlah bikin opini yang bias ke
masyarakat tentang kebocoran, banyak oknum preman yang ujungnya ada udang di balik
batu, yang mencari dukungan agar parkir diswastakan. Serta kemajuan teknologi
jangan dijadikan alasan polesan semata untuk kelihatan trend. Sebab E-Parkir yang
diterapkan di kota kota besar banyak yang gagal, karena lahan parkir tepi jalan
umum itu lahan terbuka bukan (block sistem).
“Karena dalam kerja yang diutamakan pelayanan, agar nyaman,
tertib dan aman. apalah arti alat, jika fokus ke alat sehingga ketertipan,
kenyamanan serta aman berkurang.” Pungkas Agung.
Sedangkan Samsuri (berek) parkir kawakan yang sudah bekerja 45 tahun lebih sebelum ada perda mengatakan, wong cilik parkir ki ws soro, panas neng gundul mletek, sistem parkir sing saiki wis apik, kene yo manut pendak taun mundak, arep digawe opo meneh. Ibarat sego sak wakul ki ws roto didom cah parkir sak piring sak lepek menurut potensine. Kui yo ws nyisihne neng daerah. Diganti aturan ki po enek sing doyan arep ngrebut mbadokane wong cilik cilik iki sing raduwe masa depan. Ngonowi opo ora kebacut.
Reporter: Sugeng Prasetyo
Post A Comment:
0 comments: