Membedah “Borok” PMI Ponorogo yang Suka Gugat Cerai

Share it:

Sunarto, Ketua DPRD Ponorogo

PONOROGO - Dari masa ke masa persoalan-persoalan Pekerja Migran Indonesia (PMI) masih terjadi, mulai dari yang ringan hingga ‘kronis’. Termasuk di Kabupaten atau kota yang terkenal dengan sebutan Kota Reyog, Ponorogo.

Persoalan-persoalan itu terbukti dengan banyak dan meningkatnya kasus perceraian di meja Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo. Ditambah aduan-aduan yang masuk ke meja ruang kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ponorogo.

Demikian itu terurai dari Ketua DPRD dan pimpinan dewan lainnya dalam acara Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia  yang diselenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Ponorogo, Senin 15 Agustus 2022. Sunarto, Ketua DPRD Ponorogo menyatakan keprihatinan pada persoalan PMI Ponorogo.

“Makanya kita (DPRD) berinisiatif membuat Peraturan Daerah (Perda) itu, tujuannya biar Pemerintah Daerah bisa hadir. Jangan sampai bahasanya, sudah tidak bisa menyiapkan lapangan pekerjaan, tidak bisa memberi perlindungan masyarakatnya, dan tidak bisa memberi bekal masyarakatnya,” kata Sunarto.

Sosialisasi Perda No. 7 Tahun 2021 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Perda Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perlindungan Pekerja Migran itu diinisiasi DPRD, jelas Sunarto pada tahun 2021 saat ada workshop di Gedung Sasana Praja. Di mana muncul pertanyaan dan aspirasi, bahwa Ponorogo tercatat sebagai kabupaten/kota peringkat ke-2 di Jawa Timur sebagai pengirim TKI. Atau pengekspor PMI terbesar nomor 2 di Jawa Timur. Di tahun 2019, remiten (pengiriman uang dari luar negeri) untuk Ponorogo mencapai angka 500 miliar lebih (setengah triliyun).

“Tapi dibalik itu semua, masih menyisikan berbagai persoalan-persoalan yang terjadi pada PMI kita, seperti persoalan rumah tangga dan lainnya. Bahkan di tahun 2021, dari angka 1.990 angka perceraian di Ponorogo yang banyak itu dari angka cerai gugat dari si wanita (istri). Cerai talak (dari si suami) angkanya 540. Sisanya dari gugatan cerai istri,” ucap Sunarto.

Sedang di tahun 2022 ini, catatan angka perceraian di Ponorogo terang Legislator dari Partai NasDem ini sudah mencapai angka 1.290 per Januari – Juli 2022. Yang gugat talak 350 orang, dan yang gugat cerai 899 orang.

“Dari angka perceraian itu, terbanyak pertama dilakukan oleh Pekerja Migran Indonesia, dan yang kedua adalah Aparatur Sipil Negara (ASN),” katanya.

Melihat kondisi memprihatinkan ini dibutuhkan formula atau solusi untuk menekan angka perceraian di Ponorogo, khususnya dari kalangan PMI. Namun sayang, perda yang disusun atau diusulkan belum bisa berjalan mulus. Ada beberapa hal yang masih sulit diterima.

Dalam sosialisasi di hadapan undangan dari berbagai elemen profesi di wilayah Kecamatan Siman, Sunarto menyampaikan perlunya perlindungan dan pengurusan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI), PMI, dan keluarganya dilakukan berdasarkan asas keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, dan keadilan sosial.

“Tujuan perlindungan PMI untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian dan tanggungjawab Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk mewujudkan rasa aman, meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup PMI Kabupaten Ponorogo dan keluarganya serta terjaminnya pemenuhan hak-hak PMI dan keluarganya pada sebelum, selama dan setelah penempatan,” ujar Sunarto.

Reporter Sugeng Prasetyo

 

 

 

Share it:

Ponorogo

Post A Comment:

0 comments: