Mbah Sukri, Pejuang Laskar Hizbullah di Perang 10 November 1945

Share it:
Mbah Sukri (tengah) tengah bercerita kilas balik perjuangannya bersama Laskar Hizbullah


“Kulo kaget , kok enek tamu dikawal akeh Banser. Tak takoni: sinten saking pundi? Tibake saking PBNU Jakarta,” ucapnya.

MBAH Sukri bertanya-tanya “ada apa gerangan?”. Dari situ setelah kunjungan dari orang-orang PBNU, nama Mbah Sukri menjadi viral. Keviralan ini, sebelumnya tidak disangka. Dan memang tidak disengaja. 

Keluarga Mbah Sukri juga tidak mengira jadinya seperti ini. Demikian diungkapkan oleh Amini, anak perempuan Mbah Sukri. “Mboten ngiro kados mekaten mas, dan memang tidak disengaja. Mungkin ini jalan Allah bagi bapak untuk mempererat tali saturahmi,”  katanya.

Kehadiran orang dari NU Pusat mengandung magnet kuat. Sehingga sampai kini banyak tamu-tamu berdatangan ke rumah Mbah Sukri. Mereka adalah KH Abdul Mun’im DZ didampingi Dr. KH. Adnan Anwar. Keduanya adalah Instruktur Nasional Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (Inas PKP-NU).Keviralan ini, sebelumnya tidak disangka. Dan memang tidak disengaja.

Kedatangan para tamu ke rumahnya di Desa Carangrejo, Kecamatan Sampung bukan tanpa alasan. Pertama yang jelas ingin silaturahmi, dan selanjutnya ada yang ingin mengetahui kisah Mbah Sukri.
Mbah Sukri (berbaju tengah) bersama tamu dari alumni IPNU-IPPNU Anak Cabang Siman, Ponorogo 



Mbah Sukri memang pelaku sejarah perjuangan kemerdekaan yang masih hidup. Ia adalah pejuang yang ikut tergabung dalam Laskar Hizbullah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari (Ulama’ dan Pendiri Nahdlatul Ulama). Cerita perjuangan diceritakan langsung oleh Mbah Sukri (dari bahasa Jawa dialihbahasakan ke bahasa Indonesia):

“Dulu saya nyantri mondok di Nganjuk. Pada peristiwa 10 November 1945 saya ditawari untuk ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan, dikirim ke Surabaya. Yaitu bergabung dengan Laskar Hizbullah, pimpinan KH. Hasyim Asy’ari.

Dari Ponorogo ada 53 orang (santri) yang dikirim ke Surabaya dalam peperangan pahlawan 10 November. Saat berangkat kami dibekali senjata api laras panjang (caraben), namun hanya ada 47. Yang tidak kebagian, akhirnya bergantian.
Dari ke-53 orang tersebut, di laga pertempuran kami sempat bertemu dengan pimpinan laskar, yaitu KH. Hasyim Asy’ari yang waktu itu memberi samangat dan pesan kepada pasukan laskar sebelum berperang. Pesan Mbah Hasyim Asy’ari: Hati-hati, tetap waspada dan jangan sampai lengah.

Kunci saya ketika berangkat perang ya Bismillah yang kuat dalam hati. Hanya itu, terus untuk strategi ketika ada peluru datang ya tiarap serendah-rendahnya ke tanah. Pasti aman.

Dan alhamdulillah, dari sejumlah 53 orang dari Ponorogo itu semua bisa pulang kembali ke Ponorogo dengan selamat. Alhamdulillah!”

Dari 53 orang teman-teman se-perjuangan Mbah Sukri, hanya dialah yang saat ini masih diberi umur panjang. Saat ini usia Mbah Sukri sekitar 102 tahun atau 105 tahun. Kata Mbah Sukri, dirinya lahir tahun 1919 Masehi. *

==***==

Sumber || Reporter:

Sugeng Prasetyo

Share it:

Sosok

Post A Comment:

0 comments: