Sebagai konsumen masker, sebagian besar dari kita hanya tahu memakainya. Belum tahu bagaimana sejarah masker dan bagaimana bentuk dan bahan awal mula masker digunakan. Berikut ini sejarah masker yang pecut.id catat, diambil dari situs suara dot com.
Salah seorang sejarahwan, Bonnie Triyana mengatakan masker tertua yang dapat terlacak dimulai di Eropa pada abad ke-17 yang berbentuk seperti burung dan digunakan untuk menghadapi penyakit yang sedang melanda pada saat itu.
“Masker ini digunakan karena memang waktu itu juga ada wabah ya menghindari penyebaran penyakit dari udara dan di dalam paruhnya itu biasanya diisi sama herbs gitu jadi kayak rempah,” ujar Bonnie pada talkshow di Graha BNPB, Jakarta.
Masker-masker pada saat itu belum seperti sekarang, Bonnie mengatakan dahulu masker dibuat dari bahan-bahan seperti wol tipis hingga bahan-bahan lain yang tersedia di zamannya.
“Maskernya itu terbuat dari bahan seadanya, seadanya itu misalkan dari rajutan, bahannya sama dengan rajutan kaos kaki atau dari perban atau dari kain kasa,” kata Bonnie.
Bonnie menyebutkan bahwa bentuk masker pada saat wabah Flu Spanyol sudah mulai berubah hampir menyerupai bentuk masker saat ini.
Berkaca dari sejarah, respons dari masyarakat terhadap penggunaan masker berubah-ubah dan bervariasi. Mengambil contoh masyarakat di Amerika Utara yang menerima penggunaan masker dan masyarakat di Kanada yang tidak menghiraukan penggunaan masker.
“Kalau di Amerika Utara mereka menerima itu sebagai sebuah kewajiban dan cara untuk menjaga solidaritas kemanusiaan supaya mencegah penyebaran wabah pandemi Flu Spanyol. Nah kalau di Kanada ini responsnya beda lagi, walaupun mandatory diwajibkan, mereka bandel, mereka tidak memakai, di salah satu tulisan disebutkan kalau ada polisi baru dipakai jadi kalau ada razia gitu baru dipakai, tingkat kesadarannya tuh rendah karena mereka merasa tidak nyaman dan menganggap masker itu suatu hal yang aneh,” kata Bonnie.
Bonnie juga menjelaskan bahwa respons dari masyarakat dapat berbeda-beda yang mana respons tersebut sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan mereka terhadap wabah yang tengah terjadi.
“Kalo melihat sejarah kebanyakan respons dari masyarakat itu kan sangat tergantung pada tingkat pemahaman mereka yang juga sangat tergantung pada pengetahuan mereka atas wabah yang terjadi, semakin mereka tidak tahu mereaka semakin mereka abai,” kata dia.
Bonnie turut menceritakan bahwa upaya pemerintah Indonesia atau Hindia Belanda dalam mengatasi wabah Flu Spanyol saat wabah tersebut melanda Indonesia atau Hindia Belanda yaitu melalui pendekatan seperti wayang, pamflet yang mengadaptasi kisah Ramayana, serta pendekatan lainnya yang mempertimbangkan budaya setempat.
“Justru pemerintah Hindia Belanda saat itu mencoba menggunakan pendekatan kultur budaya untuk mensosialisasikan bahayanya penyakit ini dan untuk mensosialisasikan bagaimana upaya pencegahannya,” tuturnya.
Bonnie tidak menemukan sejarah yang menjelaskan mengenai penggunaan dan manfaat masker di Indonesia pada saat itu, namun ia mengatakan tindakan seperti lockdown atau PSBB sudah pernah diterapkan.
“Tapi kalau cara-cara untuk mencegah misalkan dalam bahasa sekarang lockdown atau PSBB itu juga dulu ada pernah ada tindakan demikian, misalkan satu desa kalau ada yang kena wabah itu tidak boleh kemana-mana harus tetap tinggal di rumah itu sudah ada,” kata dia.
Dalam meningkatkan kesadaran dari masyarakat mengenai kondisi saat ini, Bonnie mengatakan bahwa dibutuhkan cara-cara yang lebih kreatif dan menyenangkan terlebih jika akan menyampaikannya ke anak muda. Selain materi, medium dan cara menyampaikan sebuah pesan juga penting untuk diperhatikan.
“Mensosialisasikan pengetahuan mengenai wabah ini sendiri itu harus terus diberikan dengan cara yang kreatif mungkin buat anak muda dan yang tentu saja yang masif gitu ya, banyak anak muda sekarang kan kalau dikasih cara yang membosankan gitu mereka gasuka,” kata dia.
Menutup dialog, Bonnie mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan melalui cuci tangan, menjaga sanitasi, dan tidak melakukan kegiatan yang berisiko menyebarkan COVID-19 seperti kumpul-kumpul.
“Tapi mungkin pentingnya sekarang kerja sama komunitas kemudian dengan pemerintah sama-sama untuk mendorong kesadaran masyarakat di dalam mencegah COVID ini ya tidak hanya soal pakai masker tapi juga apa namanya cuci tangan, menjaga sanitasi, kemudian juga tidak melakukan hal-hal yang berpotensi ke arah penyebaran,” kata Bonnie.(***)
==***==
Sumber:
Suara.com
Post A Comment:
0 comments: